Selasa, 07 Mei 2013

TOURETTE SYNDROME 

(Sindroma Tourette)


 

  

    

       I.       DEFINISI SINDROM TOURETTE
Sindrom Tourette dikarakteristikkan dengan adanya tic motorik dan verbal yang menyebabkan distress dan gangguan yang signifikan pada hubungan sosial dan pekerjaan (APA, 2000). Tourette syndrome adalah penyakit yang ditemukan pada tahun 1885 dan diberi nama sesuai nama penemunya, yaitu ahli syaraf dari Perancis, Georges Gilles de la Tourette (Dhamayanti, Riandani, & Resna, 2003).
Tourette syndrome adalah kelainan saraf yang muncul pada masa kanak – kanak yang dikarakteristikan dengan gerakan motorik dan suara yang berulang serta satu atau lebih tarikan saraf (tic) yang bertambah dan berkurang keparahannya pada jangka waktu tertentu (Schultz, Carter, Gladstone, Scahill, Leckman, Peterson, Zhang, Cohen, & Pauls, 1998). Berdasarkan DSM IV, gerakan saraf terjadi tiba-tiba, sering, berulang, tidak teratur, dicirikan dengan gerakan motor dan vokal (Hoekstra, Kallenberg, Korf, & Minderaa, 2002). Contoh, gerakan saraf yang terjadi seperti kedipan mata yang berulang, mengerutkan hidung, gerakan kepala, tenggorokan mengeluarkan suara batuk dan menggumam. Gerakan saraf umumnya terjadi dalam satu hari, dimana gerakan itu semakin lama bisa semakin bertambah dan berkurang tergantung tingkat keparahannya. Biasanya, pada pasien individual, gerakan saraf ini biasanya bisa berubah, beberapa gerakan saraf menghilang dan hal yang baru muncul pada satu waktu.
Sindrom Tourette adalah sebuah gangguan menurun ditandai dengan gerenyet urat syaraf otot sederhana dan kompleks dan vokal yang sering terjadi sepanjang hari setidaknya selama satu tahun. Sindrom Tourette adalah sering terjadi, mempengaruhi 1 dari 100 orang. Hal ini 3 kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Yang seringkali dimulai di awal masa kanak-kanak. Pada kebanyakan orang, gejala-gejalanya ringan dimana gangguan tersebut tidak dikenali.
Tic ini biasanya muncul pada umur 2-7 tahun. Tic motorik biasanya akan mengenai kepala tapi juga bisa mengenai punggung atau ekstrimitas, dan akan berubah sesuai dengan lokasi, frekuensi, dan keseringan muncul sepanjang waktu.  Motorik tic lainnya adalah ujung lidah, sentuhan, squatting, hoping, loncatan, dan tahapan retracing, berputar ketika berjalan. Vocal tic mencakup suara dan kata-kata yang disampaikan. Coprolalia (kecabulan ucapan) muncul lebih dari 10% kasus. Gangguan ini biasanya permanen, tetapi periode berulang mungkin saja muncul dan gejalanya akan berkurang selama masa remaja dan kadang-kadang tidak muncul pada dewasa awal. Sindrom Tourette  biasanya berhubungan dengan depresi, OCD, dan ADHD (Flaherty, 2008). Sindroma Tourette adalah suatu penyakit dimana tic motorik dan vokalis terjadi beberapa kali dalam sehari dan telah berlangsung minimal selama 1 tahun. Tic adalah gerakan diluar kesadaran yang terjadi secara berulang-ulang.
Sindroma Tourette sering diawali dengan tic simplek pada masa kanak-kanak, yaitu berupa sentakan otot yang tidak diinginkan dan tanpa tujuan, yang terjadi berulang-ulang. Selanjutnya tic simplek berkembang menjadi gerakan yang kompleks, termasuk tic vokalis dan kelumpuhan pernafasan secara tiba-tiba. Tic vokalis terdengar sebagai bunyi mendengus atau menggonggong.
    II.       PENYEBAB SINDROM TOURETTE
Sindroma Tourette merupakan penyakit keturunan yang 3 kali lebih banyak terjadi pada pria. Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi diduga merupakan suatu kelainan dalam dopamin atau neurotransmiter otak lainnya. Secara garis besar penyebab terjadinya penyakit ini adalah faktor genetic, serotonin, faktor-faktor lingkungan, psikososial factor, kimia dopamin otak.
Sindrom Tourette sebagian besar terjadi secara genetik (minimal riwayat tics dan OCD), namun pola pewarisan gangguan ini masih belum jelas (Robertson, 2000). Selain itu juga terdapat kemungkinan bahwa sindrom Tourette merupakan akibat dari gangguan perinatal, misalnya cedera saat kelahiran. Hipotesis terbaru menyebutkan bahwa sindrom Tourette diakibatkan oleh PANDAS (Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcal infections), atau gangguan neuropsikiatris – autoimun yang disebabkan oleh infeksi bakteri streptokokus maupun virus – virus yang diduga berperan dalam perkembangan gangguan Sindrom Tourette (Dhamayanti, dkk., 2004, Hoekstra, dkk., 2002, Glickman, 2008).
 III.       KARAKTERISTIK PENDERITA SINDROM TOURETTE
Sindrom Tourette seringkali diawali dengan gerenyet otot sederhana, seperti meringis, sentakan kepala, dan berkedip – kedip. Gerenyet sederhana kemungkinan hanya gelisah biasa dan bisa hilang dengan waktu. Beberapa gerenyet tidak diperlukan untuk menyebabkan sindrom tourette, yang melibatkan lebih dari pada gerenyet sederhana. Misalnya, orang dengan Sindrom Tourette bisa menggerakkan kepala mereka dengan berulang – ulang dari sisi ke sisi, mengedipkan mata mereka, membuka mulut mereka, dan meregangkan leher mereka.
Gerenyet urat syaraf vokal bisa diawali dengan mendengkur, mendengus, mendengung, atau membentak keras dan menjadi kompulsiv, mengutuk tanpa sengaja. Untuk alasan yang tidak jelas dan seringkali pada pertengahan perbincangan, beberapa orang yang menderita sindrom tourette bisa berteriak kacau atau berkata yang kotor (disebut corprolalia). Suara meledak-ledak yang keluar ini kadangkala salah dianggap disengaja, khususnya pada anak-anak.
Penderita bisa mengucapkan kata-kata yang kasar di tengah-tengah percakapan, tanpa alasan yang jelas. Penderita juga bisa dengan cepat mengulang-ulang kata yang didengarnya (ekolalia). Penderita sering mengalami kesulitan dalam bersosialisasi.
Ada 2 kategori untuk sindrom Tourette (Tourette Syndrome Association, 2008) :
A.  Simple: Gejala – gejala yang ditunjukkan adalah tics (seperti kedipan mata, gerak tubuh dan wajah) dan vokalisasi (seperti suara-suara serak yang berulang).
B.  Complex: Gejala – gejalanya lebih berat, termasuk melompat, berputar-putar, kompulsi, dan vokalisasi pengulangan kata-kata atau suara (echolalia) dan umpatan (coprolalia).
Kriteria diagnosis untuk penyakit Tourette (Bagheri, Kerbeshian, and Burd, 1999):
1.        Memiliki lebih dari satu gerak motorik dan satu atau lebih gerak syaraf vokal yang telah muncul pada waktu tertentu selama sakit, walaupun hal itu belum tentu terjadi.
2.        Gerak syaraf terjadi pada banyak waktu dalam sehari pada setiap hari atau berselang – seling selama periode waktu tertentu selama lebih dari satu tahun, dan selama periode tersebut tidak ada periode waktu yang terbebas dari gerak syaraf selama lebih dari tiga bulan.
3.        Penyebab yang mengganggu penyakit ini ditandai dengan stres atau ketidaksesuaian sosial, hubungan dengan yang lain yang berkaitan dengan pentingnya area fungsi.
4.        Kemunculannya sebelum usia 18 tahun.
5.        Hal yang mengganggu tidak tergantung pada pengaruh fisik atau obat-obatan (seperti stimulan) atau kondisi medis umum (seperti penyakit Hutington atau postiviral encephalitis).

Gangguan-Gangguan yang memiliki Komorbiditas dengan Sindrom Tourette
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (AD/HD)
Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)
Gangguan belajar
Gangguan kecemasan
Gangguan suasana hati (mood)
Gangguan tidur
Executive dysfunctions (seperti kemampuan organisasi yang buruk dan atau proses intelektual yang inefisien)
Perilaku melukai diri
Gangguan kepribadian
Oppositional Defiant Disorder (ODD)

 IV.       KESULITAN BELAJAR SINDROM TOURETTE
Anak dengan Sindrom Tourette biasanya mengalami kesulitan dalam hal konsentrasi, perhatian dan belajar sehingga membutuhkan intervensi pendidikan khusus, misalnya pengajar khusus, kelas khusus, laboraturium khusus dan sebagainya, yang disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala. Sekolah perlu diinformasikan mengenai Sindrom Tourette, karena sering kali sekolah tidak memahami gangguan tersebut sehingga penderita dicap sebagai anak – anak nakal, menggangu dan bodoh. Umumnya penderita Sindrom Tourette tidak mampu menjalankan fungsi mental dan social sesuai dengan kronologisnya atau mengalami perlambatan dalam perkembangan (Barkley 1991).
Orang dewasa dengan Sindrom Tourette seringkali membutuhkan modifikasi khusus pada lingkungan kerjannya. Perlu untuk membangun pemahaman pada lingkungan kerja tentang gangguan yang diderita. Fleksibilitas, kepedulian serta produktivitas dalam pekerjaan data ditingkatkan denganintervensi yang tepat bagi penderita yang sangat sistematik sekalipun.
Sementara anak – anak dengan Sindrom Tourette memiliki tentang IQ yang sama dengan anak – anak pada umumnnya. Dukungan pendidikan khusus lebih diperlukan untuk menunjang kemmapuan anak – anak dengan Sindrom Tourette. Beberapa dari mereka memiliki beberaa jenis gangguan belajar, yang apabila digabungkan dengan gangguan perhatian dan masalah yang berurusan dengan tics, maka mereka membutuhkan bantuan (pendidikan yang khusus). Beberapa alat juga diperlukan dalam pembelajaran ketika gangguan tics mereka muncul, seperti penggunaan tape recorder, mesin ketik atau computer untuk membaca dan menulis masalah. Ketika kesulitan di sekolah tidak dapat diselesaikan, evaluasi pendidikan dapat diindikasikan. Setiap anak dengan kebutuhan khusus perlu diakui sebagai program yang dirancang khusus, berhak atas pengembangan dan penerapan program yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Anak – anak dengan Sindrom Tourette mungkin memiliki ketidakmampuan belajar. Mereka mempunyai masalah belajar apabila berhadapan dengan ejaan, bahasa tulis dan matematika yang umum. Selain itu sering ada kesulitan dengan pengolahan informasi spasial dan konsep waktu. Ada juga kesulitan dengan integrasi motoric visual, koordinasi motoric halus dan tremor.
A.  Masalah Kesulitan Bahasa
Anak – anak dengan Sindrom Tourette sering kali mengalami kesulitan berfungsi dan mengalami kegelisahan yang patut dipertimbangkan dalam lingkungan belajar. Sehingga mereka dihindari, diasingkan atau bahkan dianggap kerasukan setan. Ketika gejala tics mereka muncul, semua terjadi diluar kesadaran, kebanyakan orang – orang di sekelilingnya menganggap gila, kerena perilaku mereka yang menghancurkan diri sendiri. Penderita dengan Sindrom Tourette ini susah sekali bersosialisasi dengan orang lain, hal inilah yang menyebabkan anak – anak Sindrom Tourette cenderung tidak mempunyai teman. Semua siswa dengan Sindrom Tourette memerlukan pengaturan yang toleran dan penuh kasih bahwa kedua hal tersebut mendorong mereka untuk bekerja dengan potensi penuh mereka dan cukup fleksibel untuk mengakomodasikan kebutuhan khusus mereka. Pengaturan ini dapat mencakup area belajar, ujian di luar kelas regular atau bahkan ujian lisan ketika gejala anak menggangunya.
B.  Masalah Kesulitan Bahasa
Anak – anak dengan Sindrom Tourette dapat mengulang kata – kata sendiri atau dari orang lain. Hal ini mungkin terdengar seperti gagap tetapi sebenarnya melibatkan ucapan atau kata – kata atau frasa utuh. Siswa lain dapat mengeksploitasi masalah ini dengan membisikkan hal – hal tidak pantas sehingga anak dengan Sindrom Tourette tanpa sadar akan mengulangi mereka dan mendapat masalah. Jadilah waspada provokasi ini, ini dorongan untuk mengulang dapat dilihat dalam membaca dan menulis kegiatan. Siswa mungkin tidak dapat menyelesaikan pekerjaan karena mereka “terjebak” membaca ulang atau menulis ulang kata atau frase secara berulang – ulang. Hal ini disebut “looping”.


C.  Masalah Kesulitan Menulis
Banyak anak dengan Sindrom Tourette juga memiliki visual motor masalah integrasi. Oleh karena itu, tugas yang memerlukan melihat bahan, pengolahan, kemudian menuliskannya sering sulit dan memakan waktu. Masalah ini juga mempengaruhi menyalin dari papan atau dari buku, menyelesaikan tugas lama, kerapian kerja tertulis, dan waktu yang ditentukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertulis. Bahkan anak-anak sangat cerah dengan Sindrom Tourette yang tidak memiliki kesulitan menangkap konsep mungkin tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tertulis karena visual motor gangguan. Kadang kadang tampak seolah olah siswa malas atau menghindari pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya upaya untuk merekam karya di atas kertas mungkin berlebihan.
D.  Masalah Kesulitan Perhatian
Anak – anak dengan Sindrom Tourette memiliki ketidakmampuan dalam mengendalikan tubuh dan fikiran mereka sendiri sehingga menimbulkan reaksi sosial dari lingkungan yang negative. Ketidakadilan sering kali diterima oleh anak – anak Sindrom Tourette kerena mereka sering dicap sebagai anak gila dan anak bodoh. Dalam hal ini, pihak keluarga dan sekolah harus memberikan pengawasan khusus agar gejala – gejala tics mereka dapat dikendalikan, terutama dalam pengendalian corprolalia (berteriak kacau atau berkata kotor).
    V.       TEKNIK PARA AHLI UNTUK MUDAH BELAJAR BAHASA
A.  Mengajar Anak – anak Dengan Sindrom Tourette (Eric Digest E570)
1.        Membangun Lingkungan Belajar
Berikut ini adalah tips untuk berurusan secara efektif dengan gejala Sindrom Tourette di ruang kelas :
Ø Berbagai gerakan dan suara dapat mengganggu atau mengganggu kelas. Harap diingat bahwa mereka terjadi tanpa sengaja, dan tidak bereaksi dengan marah atau jengkel. Hal ini membutuhkan kesabaran tapi menegur siswa dengan Sindrom Tourette adalah seperti mendisiplinkan mahasiswa dengan cerebral palsy untuk menjadi canggung. Jika guru tidak toleran, yang lain di kelas mungkin merasa bebas untuk mengejek anak dengan Sindrom Tourette. Jika beberapa aspek tics anak mempengaruhi privasi atau keamanan orang lain (misalnya, menyentuh orang lain), penting untuk menemukan cara untuk mengatasi masalah, tetapi penerimaan anak sangat penting bahkan ketika perilaku tidak dapat diterima.
Ø Memberikan kesempatan untuk istirahat pendek keluar dari kelas. Waktu di tempat pribadi untuk bersantai dan melepaskan tics sering dapat mengurangi gejala di kelas. Waktu pribadi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk fokus pada sekolah, karena energi tidak akan digunakan untuk menekan tics.
Ø Biarkan siswa untuk mengambil tes di ruangan tersendiri, sehingga energi tidak akan dikeluarkan pada menekan tics selama waktu tenang di kelas.
Ø Jika tics sangat mengganggu, pertimbangkan menghilangkan bacaan di depan kelas untuk sementara waktu. Laporan lisan mungkin rekaman tercatat, keterampilan dapat dinilai tanpa stres tambahan berdiri di depan kelas.
Ø Bekerja dengan siswa lain untuk membantu mereka memahami tics dan mengurangi ejekan dan menggoda. Konselor sekolah, psikolog, dan perwakilan dari Sindrom Tourette lokal asosiasi bab dapat memberikan informasi dan tepat audio visual untuk mahasiswa dan staf.
2.        Teknik Untuk Masalah Kesulitan Bahasa
Ø Memberikan masukan visual serta pendengaran bila memungkinkan. Mahasiswa dapat menerima petunjuk tertulis maupun yang lisan, atau memiliki salinan garis besar kuliah untuk mengikuti sambil mendengarkan instruksi. Gambar dan grafik yang menggambarkan teks biasanya cukup efektif.
Ø Berikan arah satu atau dua anak tangga sekaligus. Mintalah siswa untuk mengulang instruksi. Kemudian mintalah siswa menyelesaikan satu atau dua item dan memeriksa dengan Anda untuk melihat bahwa mereka telah dilakukan dengan benar.
Ø Jika anda melihat seorang mahasiswa bergumam saat bekerja, menyarankan kursi di mana ia tidak akan mengganggu orang lain. Kadang-kadang diam-diam "reauditorizing" instruksi atau informasi pada dirinya sendiri dapat membantu siswa memahami dan mengingat tugas.
Ini dorongan untuk mengulang dapat dilihat dalam membaca dan menulis kegiatan. Siswa mungkin tidak dapat menyelesaikan pekerjaan karena mereka "terjebak" membaca ulang atau menulis ulang kata atau frase berulang-ulang. Hal ini disebut "looping." Berikut ini dapat membantu :
Ø Memiliki siswa istirahat atau beralih ke pekerjaan lain.
Ø Ketika membaca, memberikan anak kartu catatan dengan potongan keluar "jendela" yang menampilkan hanya satu kata pada suatu waktu. Mahasiswa slide jendela bersama saat membaca begitu kata sebelumnya tertutup dan kemungkinan terjebak dikurangi.
Ø Saat menulis, memiliki pensil atau pena mahasiswa penggunaan tanpa penghapus atau memungkinkan siswa untuk menyelesaikan pekerjaan secara lisan. Pengingat singkat untuk pindah dapat membantu.
3.        Teknik Untuk Masalah Kesulitan Menulis
Sejumlah akomodasi berikut ini dapat dibuat untuk membantu anak-anak dengan kesulitan menulis agar berhasil di dalam kelas :
Ø Ubah tugas tertulis oleh: memiliki salinan anak turun dan menyelesaikan setiap masalah matematika lainnya; memungkinkan anak untuk menyampaikan laporan ditempel daripada satu tertulis; memungkinkan orang tua untuk merekam pekerjaan atau bertindak sebagai "sekretaris" sehingga anak dapat mendikte nya ide untuk memfasilitasi pembentukan konsep. Ini membantu untuk fokus pada apa yang anak telah menguasai daripada kuantitas kerja tertulis yang dihasilkan.
Ø Sejak siswa dengan visual-motor masalah mungkin tidak bisa menulis cukup cepat untuk mendapatkan informasi penting di atas kertas, menetapkan diandalkan "mencatat" teman atau "mitra pekerjaan rumah" yang dapat menggunakan kertas karbon untuk membuat salinan dari catatan dan tugas. Pastikan untuk bekerja keluar ini diam-diam, sehingga anak dengan TS tidak merasa berbeda dalam cara lain.
Ø Pada tes dengan lembar komputer penilaian, memungkinkan siswa untuk menulis pada booklet tes. Hal ini membantu menghindari nilai yang buruk disebabkan oleh kebingungan visual yang dapat terjadi jika menggunakan lembar jawaban grid.
Ø Bila memungkinkan, memberikan waktu sebanyak yang dibutuhkan untuk mengambil tes.
Ø Siswa dengan visual-motor masalah mungkin mengeja miskin. Daripada menghukum untuk kesalahan ejaan, mendorong bukti-membaca dan menggunakan pengolah kata dengan spell checker.
Ø Siswa dengan Sindrom Tourette tampaknya memiliki masalah khusus dengan matematika tertulis. Mendorong penggunaan Manipulatif dalam matematika mengajar dan penggunaan kalkulator untuk melakukan perhitungan luar kepala. Menggunakan kertas grid dengan kotak besar atau memutar kertas bergaris teratur ke samping untuk kolom bentuk juga dapat membantu anak.
4.        Teknik Untuk Masalah Perhatian
Ø Kursi anak di depan guru untuk semua instruksi dan petunjuk untuk meminimalkan gangguan visual dari teman sekelas.
Ø Kursi anak jauh dari jendela, pintu, atau sumber gangguan, yaitu, di mana kelompok membaca bertemu. Berikan siswa sebuah "kantor," tempat kerja yang tenang. Ini bisa jadi di sudut, gang, atau perpustakaan. Tempat ini tidak boleh digunakan sebagai hukuman, melainkan tempat siswa dapat memilih untuk pergi ketika fokus menjadi lebih sulit. Memiliki pekerjaan siswa pada periode intens singkat dengan istirahat untuk menjalankan tugas atau hanya menggoyangkan di kursi. Mengubah tugas sering. Misalnya, menyelesaikan lima masalah matematika, maka jangan beberapa ejaan.
Ø Kontrak untuk pekerjaan yang harus dilakukan di muka. Misalnya, menyelesaikan sejumlah tertentu masalah dengan waktu yang wajar tertentu. Tugas singkat dengan cek sering lebih efektif daripada dua atau tiga lembar kerja independen pada satu waktu.
Ø Dengan anak-anak muda, gerakan sederhana, seperti tangan di bahu siswa, bisa menjadi pengingat membantu untuk fokus selama periode mendengarkan.
 VI.       TEKNIK-TEKNIK TERAPI PENYEMBUHAN SINDROM TOURETTE
Beberapa pendekatan terapi yang memungkinkan untuk diterapkan pada penderita sindrom Tourette antara lain adalah sebagai berikut:
A.  Pendekatan Kognitif Behavioral / Habit Reversal (Wilhelm, dkk., 2003, Piacentini, 2004 )
1.        Latihan kesadaran (awareness training).
Ø Kunjungan pertama, klien mencatat frekuensi tics dalam durasi tertentu setiap hari.
Ø Prosedur deskripsi respon: Mendeskripsikan detil dari tiap tic kepada terapis, dapat menggunakan video.
Ø Prosedur deteksi respon: Terapis mengisyaratkan klien setiap muncul tic.
Ø Prosedur peringatan awal: Klien berlatih untuk mendeteksi tanda-tanda awal sebelum terjadi tic.
Ø Latihan menyadari situasi: Klien mengidentifikasi situasi, orang, atau tempat ketika gejala memburuk ataupun membaik.
2.        Pemantauan diri (self-monitoring), misalnya menghitung sebelum terjadinya gejala.
3.        Latihan relaksasi, misalnya relaksasi otot, pernapasan, imajinasi, dsb. setiap hari selama 10-15 menit, dan dipraktekkan selama 1-2 menit setiap muncul kecemasan atau setelah muncul tics.
4.        Prosedur ‘melawan’ respon.
Ø Memikirkan respon tertentu yang inkompatibel dengan tic, berlawanan dengan gerakan, dapat dipertahankan selama beberapa menit, memunculkan tekanan otot yang sama dengan yang terjadi saat gerakan tic muncul, tidak terlalu mencolok, serta menguatkan otot yang antagonis dengan tic.
Ø Dilakukan selama kira-kira 3 menit setelah tic dan saat muncul perasaan tic akan muncul.
·      Untuk gerakan kepala               : otot leher dikontraksikan dengan menahan dagu ke bawah.
·      Untuk tic vokal (vokalisasi)       : tarik napas panjang dan terus bernapas pelan-pelan dengan hidung sementara mulut tertutup.
5.        Manajemen kontingensi.
Ø Terapis menginstruksikan keluarga klien untuk memberikan komentar berupa penghargaan jika klien menunjukkan kemajuan dan terus mengingatkan jika klien lupa untuk berlatih.
Ø Klien diikutsertakan dalam aktivitas-aktivitas menyenangkan yang sudah mulai jarang dilakukan.
6.        Reviu ketidaknyamanan, berisi reviu ketidaknyamanan, rasa malu, serta kesulitan-kesulitan klien yang diakibatkan oleh munculnya gejala.
B.  Psikoterapi Suportif (Wilhelm, dkk., 2003)
Terapi ini lebih mengarah pada pendekatan humanistik (khususnya Gestalt) di mana terapis diharapkan untuk tidak bersikap direktif, dan penderita sindrom Tourette memfokuskan diri pada pengalaman-pengalamannya, merefleksikan serta mengekspresikan perasaan – perasaannya terkait dengan cara hidup dan cara menyelesaikan masalah.


C.  Hipnoterapi (Kohen & Botts, 1987)
Anak dengan Sindrom Tourette dilatihkan bagaimana menghipnosis diri sendiri dalam rangka mengendalikan kebiasaan, gejala fisik, dan kondisi – kondisi lainnya. Hipnoterapi juga menggunakan teknik – teknik relaksasi dan imajinasi, sebagaimana yang sering dilakukan pada meditasi.
Dalam keadaan terhipnosis, terapis memberi sugesti yang mengarah pada perubahan perilaku, penurunan kecemasan, dan intensitas gejala.
D.  Teknik-teknik berbasis psikoanalisis (Bruun, dkk., 1994)
Ketidakmampuan dalam mengendalikan tubuh dan pikiran sendiri seringkali menjadi sumber kecemasan, ketakutan, rasa bersalah, rasa tidak berdaya, kemarahan, dan depresi. Sebagian penderita menghadapinya dengan menarik diri, dan sebagian lagi dengan agresivitas. Reaksi sosial yang negatif pun seringkali tak terhindarkan. Harga diri dan kepercayaan diri menjadai permasalahan yang umum pada penderita Sindrom Tourette, sebagaimana yang sering dialami oleh pasien dengan penyakit – penyakit kronis. Terapi psikoanalisis lebih memfokuskan pada permasalahan – permasalahan seputar penerimaan diri.
E.  Terapi keluarga (Bruun, dkk., 1994)
Sebagai gangguan yang kronis, sindrom Tourette juga berdampak pada keluarga penderita. Orang tua seringkali harus menghadapi saat – saat sulit ketika anak menunjukkan gejala. Permasalahan yang muncul dalam keluarga dapat berupa:
1.        Rasa bersalah orang tua atas kelainan genetic.
2.        Sulitnya bagi anggota keluarga untuk mengetahui gejala – gejala yang mana yang dapat dan yang tidak dapat dikendalikan.
3.        ‘Ketidakadilan’ yang dipersepsi oleh saudara baik itu adik maupun kakak dari penderita.
4.        Relasi yang memburuk antara suami istri.
Terapi keluarga hendaknya difokuskan pada peran penderita sindrom Tourette dalam keluarga, dimana ia sering menerima perlakuan-perlakuan sebagai berikut:
Ø Overproteksi dari orang tua atau anggota keluarga.
Ø Dihukum.
Ø Tidak dipahami perasaan atau pikirannya.
Ø Dianggap sebagai sumber aib.
Terapis berfungsi sebagai fasilitator bagi keluarga agar dapat belajar menerima anggota keluarga dengan Sindrom Tourette, sehingga ia dapat merasa aman dan mampu menghadapi lingkungannya dengan lebih adaptif.
Sebagai langkah awal terapi, keluarga perlu diberi informasi dan dipahamkan tentang berbagai aspek dari gangguan Sindrom Tourette. Tujuan akhir dari terapi adalah keluarga mampu membangun sebuah lingkungan yang mendukung bagi penderita sindrom Tourette, dan dapat berlaku fleksibel dalam memfasilitasi sehingga tidak terlalu overprotektif.

4 komentar:

  1. terima kasih atas pencerahannya, kalau boleh saya mohon informasi buku/materi yang mengulas abis tentang sindrom Tourette ini, makasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mohon maaf, say tidak bisa memberi informasi, karena sumber-sumber artikel diatas saya dapat dari internet dan juga dari jurnal-jurnal, jika njenengan berkenan, cari saja jurnal-jurnal ilmiah hasil penelitian para ahli, ada banyak kok di internet

      Hapus
  2. Terima kasih atas artikel nya yang detail. Saya mau tanya, adakah komunitas orang tua yang anak2nya memiliki sindrom Tourette ini? Kalau ada, dimana kami bisa menghubunginya? Terima kasih banyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mohon maaf, saya tidak dapat memberikan informasi mengenai komunitas orang tua yang memiliki anak-anak sindrom tourette, karena artikel ini sebenarnya berasal dari tugas kuliah, mungkin njenengan dapat cari informasi lebih lanjut dari internet, Thanks .... :)

      Hapus