TOURETTE SYNDROME
(Sindroma Tourette)
I.
DEFINISI SINDROM TOURETTE
Sindrom Tourette dikarakteristikkan dengan adanya
tic motorik dan verbal yang menyebabkan distress dan gangguan yang signifikan
pada hubungan sosial dan pekerjaan (APA, 2000). Tourette syndrome adalah
penyakit yang ditemukan pada tahun 1885 dan diberi nama sesuai nama penemunya,
yaitu ahli syaraf dari Perancis, Georges Gilles de la Tourette (Dhamayanti,
Riandani, & Resna, 2003).
Tourette syndrome adalah kelainan
saraf yang muncul pada masa kanak – kanak yang dikarakteristikan dengan gerakan
motorik dan suara yang berulang serta satu atau lebih tarikan saraf (tic) yang
bertambah dan berkurang keparahannya pada jangka waktu tertentu (Schultz,
Carter, Gladstone, Scahill, Leckman, Peterson, Zhang, Cohen, & Pauls,
1998). Berdasarkan DSM IV, gerakan saraf terjadi tiba-tiba, sering, berulang,
tidak teratur, dicirikan dengan gerakan motor dan vokal (Hoekstra, Kallenberg,
Korf, & Minderaa, 2002). Contoh, gerakan saraf yang terjadi seperti kedipan
mata yang berulang, mengerutkan hidung, gerakan kepala, tenggorokan
mengeluarkan suara batuk dan menggumam. Gerakan saraf umumnya terjadi dalam
satu hari, dimana gerakan itu semakin lama bisa semakin bertambah dan berkurang
tergantung tingkat keparahannya. Biasanya, pada pasien individual, gerakan
saraf ini biasanya bisa berubah, beberapa gerakan saraf menghilang dan hal yang
baru muncul pada satu waktu.
Sindrom Tourette adalah sebuah gangguan menurun
ditandai dengan gerenyet urat syaraf otot sederhana dan kompleks dan vokal yang
sering terjadi sepanjang hari setidaknya selama satu tahun. Sindrom Tourette
adalah sering terjadi, mempengaruhi 1 dari 100 orang. Hal ini 3 kali lebih
sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Yang seringkali dimulai di awal
masa kanak-kanak. Pada kebanyakan orang, gejala-gejalanya ringan dimana
gangguan tersebut tidak dikenali.
Tic ini biasanya muncul pada umur 2-7 tahun. Tic
motorik biasanya akan mengenai kepala tapi juga bisa mengenai punggung atau
ekstrimitas, dan akan berubah sesuai dengan lokasi, frekuensi, dan keseringan
muncul sepanjang waktu. Motorik tic
lainnya adalah ujung lidah, sentuhan, squatting, hoping, loncatan, dan tahapan retracing,
berputar ketika berjalan. Vocal tic mencakup suara dan kata-kata yang
disampaikan. Coprolalia (kecabulan ucapan) muncul lebih dari 10% kasus.
Gangguan ini biasanya permanen, tetapi periode berulang mungkin saja muncul dan
gejalanya akan berkurang selama masa remaja dan kadang-kadang tidak muncul pada
dewasa awal. Sindrom Tourette biasanya
berhubungan dengan depresi, OCD, dan ADHD (Flaherty, 2008). Sindroma Tourette
adalah suatu penyakit dimana tic motorik dan vokalis terjadi beberapa kali
dalam sehari dan telah berlangsung minimal selama 1 tahun. Tic adalah gerakan
diluar kesadaran yang terjadi secara berulang-ulang.
Sindroma Tourette sering diawali dengan tic simplek
pada masa kanak-kanak, yaitu berupa sentakan otot yang tidak diinginkan dan
tanpa tujuan, yang terjadi berulang-ulang. Selanjutnya tic simplek berkembang
menjadi gerakan yang kompleks, termasuk tic vokalis dan kelumpuhan pernafasan
secara tiba-tiba. Tic vokalis terdengar sebagai bunyi mendengus atau
menggonggong.
II.
PENYEBAB SINDROM TOURETTE
Sindroma Tourette merupakan penyakit keturunan yang 3 kali
lebih banyak terjadi pada pria. Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi
diduga merupakan suatu kelainan dalam dopamin atau neurotransmiter
otak lainnya. Secara garis besar penyebab terjadinya penyakit ini adalah faktor
genetic, serotonin, faktor-faktor lingkungan, psikososial factor, kimia dopamin
otak.
Sindrom Tourette sebagian besar terjadi secara genetik
(minimal riwayat tics dan OCD), namun pola pewarisan gangguan ini masih belum
jelas (Robertson, 2000). Selain itu juga terdapat kemungkinan bahwa sindrom
Tourette merupakan akibat dari gangguan perinatal, misalnya cedera saat
kelahiran. Hipotesis terbaru menyebutkan bahwa sindrom Tourette diakibatkan
oleh PANDAS (Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcal
infections), atau gangguan neuropsikiatris – autoimun yang disebabkan oleh
infeksi bakteri streptokokus maupun virus – virus yang diduga berperan dalam
perkembangan gangguan Sindrom Tourette (Dhamayanti, dkk., 2004, Hoekstra, dkk.,
2002, Glickman, 2008).
III.
KARAKTERISTIK PENDERITA SINDROM TOURETTE
Sindrom Tourette seringkali diawali dengan gerenyet otot
sederhana, seperti meringis, sentakan kepala, dan berkedip – kedip. Gerenyet
sederhana kemungkinan hanya gelisah biasa dan bisa hilang dengan waktu.
Beberapa gerenyet tidak diperlukan untuk menyebabkan sindrom tourette, yang
melibatkan lebih dari pada gerenyet sederhana. Misalnya, orang dengan Sindrom Tourette
bisa menggerakkan kepala mereka dengan berulang – ulang dari sisi ke sisi,
mengedipkan mata mereka, membuka mulut mereka, dan meregangkan leher mereka.
Gerenyet urat syaraf vokal bisa diawali dengan mendengkur,
mendengus, mendengung, atau membentak keras dan menjadi kompulsiv, mengutuk
tanpa sengaja. Untuk alasan yang tidak jelas dan seringkali pada pertengahan
perbincangan, beberapa orang yang menderita sindrom tourette bisa berteriak
kacau atau berkata yang kotor (disebut corprolalia). Suara meledak-ledak
yang keluar ini kadangkala salah dianggap disengaja, khususnya pada anak-anak.
Penderita bisa mengucapkan kata-kata yang kasar di
tengah-tengah percakapan, tanpa alasan yang jelas. Penderita juga bisa dengan
cepat mengulang-ulang kata yang didengarnya (ekolalia). Penderita sering
mengalami kesulitan dalam bersosialisasi.
Ada 2 kategori untuk sindrom Tourette (Tourette
Syndrome Association, 2008) :
A. Simple: Gejala – gejala yang ditunjukkan
adalah tics (seperti kedipan mata, gerak tubuh dan wajah) dan vokalisasi
(seperti suara-suara serak yang berulang).
B. Complex: Gejala – gejalanya lebih berat,
termasuk melompat, berputar-putar, kompulsi, dan vokalisasi pengulangan
kata-kata atau suara (echolalia) dan umpatan (coprolalia).
Kriteria diagnosis untuk penyakit Tourette (Bagheri,
Kerbeshian, and Burd, 1999):
1.
Memiliki lebih dari satu
gerak motorik dan satu atau lebih gerak syaraf vokal yang telah muncul pada
waktu tertentu selama sakit, walaupun hal itu belum tentu terjadi.
2.
Gerak syaraf terjadi pada
banyak waktu dalam sehari pada setiap hari atau berselang – seling selama
periode waktu tertentu selama lebih dari satu tahun, dan selama periode
tersebut tidak ada periode waktu yang terbebas dari gerak syaraf selama lebih
dari tiga bulan.
3.
Penyebab yang mengganggu
penyakit ini ditandai dengan stres atau ketidaksesuaian sosial, hubungan dengan
yang lain yang berkaitan dengan pentingnya area fungsi.
4.
Kemunculannya sebelum usia
18 tahun.
5.
Hal yang mengganggu tidak tergantung
pada pengaruh fisik atau obat-obatan (seperti stimulan) atau kondisi medis umum
(seperti penyakit Hutington atau postiviral encephalitis).
Gangguan-Gangguan yang memiliki Komorbiditas dengan
Sindrom Tourette
|
|
Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (AD/HD)
Obsessive-Compulsive Disorder
(OCD)
Gangguan belajar
Gangguan kecemasan
Gangguan suasana hati (mood)
Gangguan tidur
|
Executive dysfunctions (seperti
kemampuan organisasi yang buruk dan atau proses intelektual yang inefisien)
Perilaku melukai diri
Gangguan kepribadian
Oppositional Defiant Disorder
(ODD)
|
IV.
KESULITAN BELAJAR SINDROM TOURETTE
Anak
dengan Sindrom Tourette biasanya mengalami kesulitan dalam hal konsentrasi,
perhatian dan belajar sehingga membutuhkan intervensi pendidikan khusus,
misalnya pengajar khusus, kelas khusus, laboraturium khusus dan sebagainya,
yang disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala. Sekolah perlu diinformasikan mengenai
Sindrom Tourette, karena sering kali sekolah tidak memahami gangguan tersebut
sehingga penderita dicap sebagai anak – anak nakal, menggangu dan bodoh.
Umumnya penderita Sindrom Tourette tidak mampu menjalankan fungsi mental dan
social sesuai dengan kronologisnya atau mengalami perlambatan dalam
perkembangan (Barkley 1991).
Orang
dewasa dengan Sindrom Tourette seringkali membutuhkan modifikasi khusus pada
lingkungan kerjannya. Perlu untuk membangun pemahaman pada lingkungan kerja
tentang gangguan yang diderita. Fleksibilitas, kepedulian serta produktivitas
dalam pekerjaan data ditingkatkan denganintervensi yang tepat bagi penderita
yang sangat sistematik sekalipun.
Sementara
anak – anak dengan Sindrom Tourette memiliki tentang IQ yang sama dengan anak –
anak pada umumnnya. Dukungan pendidikan khusus lebih diperlukan untuk menunjang
kemmapuan anak – anak dengan Sindrom Tourette. Beberapa dari mereka memiliki
beberaa jenis gangguan belajar, yang apabila digabungkan dengan gangguan
perhatian dan masalah yang berurusan dengan tics, maka mereka membutuhkan
bantuan (pendidikan yang khusus). Beberapa alat juga diperlukan dalam
pembelajaran ketika gangguan tics mereka muncul, seperti penggunaan tape
recorder, mesin ketik atau computer untuk membaca dan menulis masalah. Ketika
kesulitan di sekolah tidak dapat diselesaikan, evaluasi pendidikan dapat
diindikasikan. Setiap anak dengan kebutuhan khusus perlu diakui sebagai program
yang dirancang khusus, berhak atas pengembangan dan penerapan program yang
sesuai dengan kebutuhan mereka.
Anak –
anak dengan Sindrom Tourette mungkin memiliki ketidakmampuan belajar. Mereka
mempunyai masalah belajar apabila berhadapan dengan ejaan, bahasa tulis dan
matematika yang umum. Selain itu sering ada kesulitan dengan pengolahan informasi
spasial dan konsep waktu. Ada juga kesulitan dengan integrasi motoric visual,
koordinasi motoric halus dan tremor.
A. Masalah
Kesulitan Bahasa
Anak – anak dengan Sindrom Tourette sering kali
mengalami kesulitan berfungsi dan mengalami kegelisahan yang patut
dipertimbangkan dalam lingkungan belajar. Sehingga mereka dihindari, diasingkan
atau bahkan dianggap kerasukan setan. Ketika gejala tics mereka muncul, semua
terjadi diluar kesadaran, kebanyakan orang – orang di sekelilingnya menganggap
gila, kerena perilaku mereka yang menghancurkan diri sendiri. Penderita dengan
Sindrom Tourette ini susah sekali bersosialisasi dengan orang lain, hal inilah
yang menyebabkan anak – anak Sindrom Tourette cenderung tidak mempunyai teman.
Semua siswa dengan Sindrom Tourette memerlukan pengaturan yang toleran dan
penuh kasih bahwa kedua hal tersebut mendorong mereka untuk bekerja dengan
potensi penuh mereka dan cukup fleksibel untuk mengakomodasikan kebutuhan
khusus mereka. Pengaturan ini dapat mencakup area belajar, ujian di luar kelas
regular atau bahkan ujian lisan ketika gejala anak menggangunya.
B. Masalah
Kesulitan Bahasa
Anak – anak dengan Sindrom Tourette dapat mengulang
kata – kata sendiri atau dari orang lain. Hal ini mungkin terdengar seperti gagap
tetapi sebenarnya melibatkan ucapan atau kata – kata atau frasa utuh. Siswa
lain dapat mengeksploitasi masalah ini dengan membisikkan hal – hal tidak
pantas sehingga anak dengan Sindrom Tourette tanpa sadar akan mengulangi mereka
dan mendapat masalah. Jadilah waspada provokasi ini, ini dorongan untuk
mengulang dapat dilihat dalam membaca dan menulis kegiatan. Siswa mungkin tidak
dapat menyelesaikan pekerjaan karena mereka “terjebak” membaca ulang atau
menulis ulang kata atau frase secara berulang – ulang. Hal ini disebut “looping”.
C. Masalah
Kesulitan Menulis
Banyak anak dengan Sindrom Tourette juga memiliki
visual – motor masalah integrasi. Oleh karena itu, tugas yang memerlukan melihat
bahan, pengolahan, kemudian menuliskannya sering sulit dan memakan waktu.
Masalah ini juga mempengaruhi menyalin dari papan atau dari buku, menyelesaikan
tugas lama, kerapian kerja tertulis, dan waktu yang ditentukan untuk
menyelesaikan pekerjaan tertulis. Bahkan anak-anak sangat cerah dengan Sindrom Tourette yang tidak memiliki kesulitan menangkap konsep mungkin tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan tertulis karena visual – motor gangguan. Kadang – kadang tampak seolah – olah siswa malas atau menghindari pekerjaan, tetapi
dalam kenyataannya upaya untuk merekam karya di atas kertas mungkin berlebihan.
D. Masalah
Kesulitan Perhatian
Anak – anak dengan Sindrom Tourette memiliki
ketidakmampuan dalam mengendalikan tubuh dan fikiran mereka sendiri sehingga
menimbulkan reaksi sosial dari lingkungan yang negative. Ketidakadilan sering
kali diterima oleh anak – anak Sindrom Tourette kerena mereka sering dicap
sebagai anak gila dan anak bodoh. Dalam hal ini, pihak keluarga dan sekolah
harus memberikan pengawasan khusus agar gejala – gejala tics mereka dapat
dikendalikan, terutama dalam pengendalian corprolalia (berteriak kacau atau
berkata kotor).
V.
TEKNIK PARA AHLI UNTUK MUDAH BELAJAR BAHASA
A.
Mengajar Anak – anak Dengan Sindrom Tourette (Eric
Digest E570)
1.
Membangun Lingkungan Belajar
Berikut ini adalah
tips untuk berurusan secara efektif dengan gejala Sindrom Tourette di ruang kelas :
Ø Berbagai gerakan dan suara dapat mengganggu atau mengganggu kelas. Harap
diingat bahwa mereka terjadi tanpa sengaja, dan tidak bereaksi dengan marah
atau jengkel. Hal ini membutuhkan kesabaran tapi menegur siswa
dengan Sindrom Tourette adalah seperti mendisiplinkan mahasiswa dengan cerebral palsy untuk
menjadi canggung. Jika guru tidak toleran, yang lain di kelas mungkin merasa
bebas untuk mengejek anak dengan Sindrom Tourette. Jika beberapa aspek tics anak mempengaruhi privasi atau keamanan orang
lain (misalnya, menyentuh orang lain), penting untuk menemukan cara untuk
mengatasi masalah, tetapi penerimaan anak sangat penting bahkan ketika perilaku
tidak dapat diterima.
Ø Memberikan kesempatan untuk istirahat pendek keluar dari kelas. Waktu di
tempat pribadi untuk bersantai dan melepaskan tics sering dapat mengurangi
gejala di kelas. Waktu pribadi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
fokus pada sekolah, karena energi tidak akan digunakan untuk menekan tics.
Ø Biarkan siswa untuk mengambil tes di ruangan tersendiri, sehingga energi tidak
akan dikeluarkan pada menekan tics selama waktu
tenang di kelas.
Ø Jika tics sangat mengganggu, pertimbangkan menghilangkan bacaan di depan
kelas untuk sementara waktu. Laporan lisan mungkin rekaman tercatat,
keterampilan dapat dinilai tanpa stres tambahan berdiri di depan kelas.
Ø Bekerja dengan siswa lain untuk membantu mereka memahami tics dan
mengurangi ejekan dan menggoda. Konselor sekolah, psikolog, dan perwakilan dari
Sindrom Tourette lokal asosiasi bab
dapat memberikan informasi dan tepat audio – visual untuk mahasiswa dan staf.
2.
Teknik Untuk Masalah Kesulitan Bahasa
Ø Memberikan masukan visual serta pendengaran bila memungkinkan. Mahasiswa
dapat menerima petunjuk tertulis maupun yang lisan, atau memiliki salinan garis
besar kuliah untuk mengikuti sambil mendengarkan instruksi. Gambar dan grafik
yang menggambarkan teks biasanya cukup efektif.
Ø Berikan arah satu atau dua anak tangga sekaligus. Mintalah siswa untuk
mengulang instruksi. Kemudian mintalah siswa menyelesaikan satu atau dua item
dan memeriksa dengan Anda untuk melihat bahwa mereka telah dilakukan dengan
benar.
Ø Jika anda melihat seorang mahasiswa bergumam saat
bekerja, menyarankan kursi di mana ia tidak akan mengganggu orang lain.
Kadang-kadang diam-diam "reauditorizing" instruksi atau informasi
pada dirinya sendiri dapat membantu siswa memahami dan mengingat tugas.
Ini dorongan untuk mengulang dapat
dilihat dalam membaca dan menulis kegiatan. Siswa mungkin tidak dapat
menyelesaikan pekerjaan karena mereka "terjebak" membaca ulang atau
menulis ulang kata atau frase berulang-ulang. Hal ini disebut
"looping." Berikut ini dapat membantu :
Ø Memiliki siswa istirahat atau beralih ke pekerjaan
lain.
Ø Ketika membaca, memberikan anak kartu catatan dengan potongan keluar
"jendela" yang menampilkan hanya satu kata pada suatu waktu.
Mahasiswa slide jendela bersama saat membaca begitu kata sebelumnya tertutup
dan kemungkinan terjebak dikurangi.
Ø Saat menulis, memiliki pensil atau pena mahasiswa penggunaan tanpa
penghapus atau memungkinkan siswa untuk menyelesaikan pekerjaan secara lisan.
Pengingat singkat untuk pindah dapat membantu.
3.
Teknik Untuk Masalah Kesulitan Menulis
Sejumlah akomodasi berikut ini dapat dibuat untuk
membantu anak-anak dengan kesulitan menulis agar berhasil di dalam kelas :
Ø Ubah tugas tertulis oleh: memiliki salinan anak turun dan menyelesaikan
setiap masalah matematika lainnya; memungkinkan anak untuk menyampaikan laporan
ditempel daripada satu tertulis; memungkinkan orang tua untuk merekam pekerjaan
atau bertindak sebagai "sekretaris" sehingga anak dapat mendikte nya
ide untuk memfasilitasi pembentukan konsep. Ini membantu untuk fokus pada apa
yang anak telah menguasai daripada kuantitas kerja tertulis yang dihasilkan.
Ø Sejak siswa dengan visual-motor masalah mungkin tidak bisa menulis cukup
cepat untuk mendapatkan informasi penting di atas kertas, menetapkan diandalkan
"mencatat" teman atau "mitra pekerjaan rumah" yang dapat
menggunakan kertas karbon untuk membuat salinan dari catatan dan tugas.
Pastikan untuk bekerja keluar ini diam-diam, sehingga anak dengan TS tidak
merasa berbeda dalam cara lain.
Ø Pada tes dengan lembar komputer penilaian, memungkinkan siswa untuk menulis
pada booklet tes. Hal ini membantu menghindari nilai yang buruk disebabkan oleh
kebingungan visual yang dapat terjadi jika menggunakan lembar jawaban grid.
Ø Bila memungkinkan, memberikan waktu sebanyak yang dibutuhkan untuk
mengambil tes.
Ø Siswa dengan visual-motor masalah mungkin mengeja miskin. Daripada
menghukum untuk kesalahan ejaan, mendorong bukti-membaca dan menggunakan
pengolah kata dengan spell checker.
Ø Siswa dengan Sindrom Tourette tampaknya
memiliki masalah khusus dengan matematika tertulis. Mendorong penggunaan
Manipulatif dalam matematika mengajar dan penggunaan kalkulator untuk melakukan
perhitungan luar kepala. Menggunakan kertas grid dengan kotak besar atau
memutar kertas bergaris teratur ke samping untuk kolom bentuk juga dapat
membantu anak.
4.
Teknik Untuk Masalah Perhatian
Ø Kursi anak di depan guru untuk semua instruksi dan
petunjuk untuk meminimalkan gangguan visual dari teman sekelas.
Ø Kursi anak jauh dari jendela, pintu, atau sumber
gangguan, yaitu, di mana kelompok membaca bertemu. Berikan siswa sebuah
"kantor," tempat kerja yang tenang. Ini bisa jadi di sudut, gang,
atau perpustakaan. Tempat ini tidak boleh digunakan sebagai hukuman, melainkan
tempat siswa dapat memilih untuk pergi ketika fokus menjadi lebih sulit.
Memiliki pekerjaan siswa pada periode intens singkat dengan istirahat untuk
menjalankan tugas atau hanya menggoyangkan di kursi. Mengubah tugas sering.
Misalnya, menyelesaikan lima masalah matematika, maka jangan beberapa ejaan.
Ø Kontrak untuk pekerjaan yang harus dilakukan di muka. Misalnya,
menyelesaikan sejumlah tertentu masalah dengan waktu yang wajar tertentu. Tugas
singkat dengan cek sering lebih efektif daripada dua atau tiga lembar kerja
independen pada satu waktu.
Ø Dengan anak-anak muda, gerakan sederhana, seperti tangan di bahu siswa,
bisa menjadi pengingat membantu untuk fokus selama periode mendengarkan.
VI.
TEKNIK-TEKNIK TERAPI PENYEMBUHAN SINDROM TOURETTE
Beberapa pendekatan terapi yang memungkinkan untuk
diterapkan pada penderita sindrom Tourette antara lain adalah sebagai berikut:
A.
Pendekatan Kognitif Behavioral / Habit Reversal
(Wilhelm, dkk., 2003, Piacentini, 2004 )
1.
Latihan
kesadaran (awareness training).
Ø Kunjungan pertama, klien mencatat frekuensi tics
dalam durasi tertentu setiap hari.
Ø Prosedur deskripsi respon: Mendeskripsikan detil
dari tiap tic kepada terapis, dapat menggunakan video.
Ø Prosedur deteksi respon: Terapis mengisyaratkan
klien setiap muncul tic.
Ø Prosedur peringatan awal: Klien berlatih untuk
mendeteksi tanda-tanda awal sebelum terjadi tic.
Ø Latihan menyadari situasi: Klien mengidentifikasi
situasi, orang, atau tempat ketika gejala memburuk ataupun membaik.
2.
Pemantauan diri
(self-monitoring), misalnya menghitung sebelum terjadinya gejala.
3.
Latihan
relaksasi, misalnya relaksasi otot, pernapasan, imajinasi, dsb. setiap hari
selama 10-15 menit, dan dipraktekkan selama 1-2 menit setiap muncul kecemasan
atau setelah muncul tics.
4.
Prosedur
‘melawan’ respon.
Ø Memikirkan respon tertentu yang inkompatibel dengan
tic, berlawanan dengan gerakan, dapat dipertahankan selama beberapa menit,
memunculkan tekanan otot yang sama dengan yang terjadi saat gerakan tic muncul,
tidak terlalu mencolok, serta menguatkan otot yang antagonis dengan tic.
Ø Dilakukan selama kira-kira 3 menit setelah tic dan
saat muncul perasaan tic akan muncul.
·
Untuk gerakan kepala :
otot leher dikontraksikan dengan menahan dagu ke bawah.
·
Untuk tic vokal (vokalisasi) : tarik
napas panjang dan terus bernapas pelan-pelan dengan hidung sementara mulut
tertutup.
5.
Manajemen
kontingensi.
Ø Terapis menginstruksikan keluarga klien untuk
memberikan komentar berupa penghargaan jika klien menunjukkan kemajuan dan
terus mengingatkan jika klien lupa untuk berlatih.
Ø Klien diikutsertakan dalam
aktivitas-aktivitas menyenangkan yang sudah mulai jarang dilakukan.
6.
Reviu
ketidaknyamanan, berisi reviu ketidaknyamanan, rasa malu, serta
kesulitan-kesulitan klien yang diakibatkan oleh munculnya gejala.
B.
Psikoterapi Suportif (Wilhelm, dkk., 2003)
Terapi ini lebih mengarah pada
pendekatan humanistik (khususnya Gestalt) di mana terapis diharapkan untuk
tidak bersikap direktif, dan penderita sindrom Tourette memfokuskan diri pada
pengalaman-pengalamannya, merefleksikan serta mengekspresikan perasaan – perasaannya
terkait dengan cara hidup dan cara menyelesaikan masalah.
C.
Hipnoterapi (Kohen & Botts, 1987)
Anak dengan Sindrom Tourette dilatihkan bagaimana
menghipnosis diri sendiri dalam rangka mengendalikan kebiasaan, gejala fisik,
dan kondisi – kondisi lainnya. Hipnoterapi juga menggunakan teknik – teknik
relaksasi dan imajinasi, sebagaimana yang sering dilakukan pada meditasi.
Dalam keadaan terhipnosis, terapis memberi sugesti
yang mengarah pada perubahan perilaku, penurunan kecemasan, dan intensitas
gejala.
D.
Teknik-teknik berbasis psikoanalisis (Bruun, dkk.,
1994)
Ketidakmampuan dalam mengendalikan
tubuh dan pikiran sendiri seringkali menjadi sumber kecemasan, ketakutan, rasa
bersalah, rasa tidak berdaya, kemarahan, dan depresi. Sebagian penderita
menghadapinya dengan menarik diri, dan sebagian lagi dengan agresivitas. Reaksi
sosial yang negatif pun seringkali tak terhindarkan. Harga diri dan kepercayaan
diri menjadai permasalahan yang umum pada penderita Sindrom Tourette,
sebagaimana yang sering dialami oleh pasien dengan penyakit – penyakit kronis.
Terapi psikoanalisis lebih memfokuskan pada permasalahan – permasalahan seputar
penerimaan diri.
E.
Terapi keluarga (Bruun, dkk., 1994)
Sebagai gangguan yang kronis, sindrom Tourette juga
berdampak pada keluarga penderita. Orang tua seringkali harus menghadapi saat –
saat sulit ketika anak menunjukkan gejala. Permasalahan yang muncul dalam
keluarga dapat berupa:
1.
Rasa bersalah
orang tua atas kelainan genetic.
2.
Sulitnya bagi
anggota keluarga untuk mengetahui gejala – gejala yang mana yang dapat dan yang
tidak dapat dikendalikan.
3.
‘Ketidakadilan’
yang dipersepsi oleh saudara baik itu adik maupun kakak dari penderita.
4.
Relasi yang
memburuk antara suami istri.
Terapi keluarga hendaknya difokuskan
pada peran penderita sindrom Tourette dalam keluarga, dimana ia sering menerima
perlakuan-perlakuan sebagai berikut:
Ø Overproteksi dari orang tua atau anggota
keluarga.
Ø Dihukum.
Ø Tidak dipahami perasaan atau
pikirannya.
Ø Dianggap sebagai sumber aib.
Terapis berfungsi
sebagai fasilitator bagi keluarga agar dapat belajar menerima anggota keluarga
dengan Sindrom Tourette, sehingga ia dapat merasa aman dan mampu menghadapi
lingkungannya dengan lebih adaptif.
Sebagai langkah awal
terapi, keluarga perlu diberi informasi dan dipahamkan tentang berbagai aspek
dari gangguan Sindrom Tourette. Tujuan akhir dari terapi adalah keluarga mampu
membangun sebuah lingkungan yang mendukung bagi penderita sindrom Tourette, dan
dapat berlaku fleksibel dalam memfasilitasi sehingga tidak terlalu
overprotektif.
terima kasih atas pencerahannya, kalau boleh saya mohon informasi buku/materi yang mengulas abis tentang sindrom Tourette ini, makasih sebelumnya
BalasHapusMohon maaf, say tidak bisa memberi informasi, karena sumber-sumber artikel diatas saya dapat dari internet dan juga dari jurnal-jurnal, jika njenengan berkenan, cari saja jurnal-jurnal ilmiah hasil penelitian para ahli, ada banyak kok di internet
HapusTerima kasih atas artikel nya yang detail. Saya mau tanya, adakah komunitas orang tua yang anak2nya memiliki sindrom Tourette ini? Kalau ada, dimana kami bisa menghubunginya? Terima kasih banyak.
BalasHapusMohon maaf, saya tidak dapat memberikan informasi mengenai komunitas orang tua yang memiliki anak-anak sindrom tourette, karena artikel ini sebenarnya berasal dari tugas kuliah, mungkin njenengan dapat cari informasi lebih lanjut dari internet, Thanks .... :)
Hapus